Suku Asmat merupakan salah satu suku yang terdapat di Papua, namun suku Asmat ini terbagi dalam dua bagian, ada yang tinggal di pesisir pantai dan ada juga yang tinggal di pedalaman, karena memiliki wilyah yang berbeda secara otomatis kehidupannya pun berbeda.
Perbedaan itu bisa dilihat dari cara hidup, struktur social, dan ritual. Sedangkan populasi suku Asmat yang berada di pesisir pantai terbagi lagi kedalam dua bagian, yaitu suku Bisma dan suku Simai. Suku Bisma berada di antara Sungai Sinesty dan Sungai Nin.
Kehidupan suku Asmat banyak menggantungkan pada alam setempat, seperti melakukan berburu untuk memnuhi kebutuhan hidupnya, makanan pokok suku Asmat yaitu sagu dan mereka juga sering berburu babi hutan, komodo, kasuari dan ular untuk dimakan.
Namun yang banyak dikenal dari suku Asmat ini adalah seni ukirnya yang khas. Selain memiliki keunikan, hasil ukiran suku Asmat disetiap ukirannya bersemayam citra dan penghargaan atas nenek moyak mereka yang sarat dengan kebesaran suku Asmat.
Suku-uku di Papua
Selain suku Asmat, masih banyak lagi suku-suku yang ada di Papua diantaranya, Suku Dani, Suku Amungme, Suku Kamoro, Suku Bauzi, dan Suku Maroni. Wilayah yang banyak ditempati oleh suku-suku yang ada di Papua ini biasanya dilereng-lereng pegunungan dan di daerah-daerah dipedalaman hutan belantara.
Suku Dani
Suku Dani berada di wilayah Wamena, suku-suku lain yang terdapat di daerah ini antara lain suku Yali dan Lani, ketiga suku ini memiliki cirri khas masing-masing seperti dari segi budaya, adat istiadat, dan bahasa.
Suku Dani merupakan salah satu suku yang terkenal dengan kegemarannya melakukan perang-perangan. Budaya ini ditampilkan dalam festival budaya tahunan di Lembahmumi Baliem.
Beberapa rumah adat di suku Dani digunakan untuk menyimpan mayat yang diawetkan dengan ramuan tradisional.
Mumi tersebut, antara lain Mumi Aikima, Jimka, dan Pamo. Mumi Aikima berusia 350 tahun, Mumi Jimka berusia 300 tahun, dan Mumi Pamo berusia 250 tahun. Ketiga Mumi tersebut masih berada di Wamena.
Suku Amungme
Dataran tinggi Papua dihuni oleh suku Amungme. Suku ini adalah kelompok Melanisisa yang terdiri atas tiga belas ribu orang. Melihat tempat permukimannya yang tetap dapat memberikan kesan bahwa mereka menempati daerah yang strategis. Daerah tersebut memungkinkan mereka terlindungi dari jangkauan musuh.
Suku Amungme menjalankan system pertanian berpindah-pindah. Suku Amungme sangat terikat kepada tanah leluhur. Mereka juga menganggap bahwa daerah disekitar gunung merupakan daerah suci. Gunung suci tersebut diagung-agungkan oleh masyarakat Amungme. Salah satunya adalah Nemang Kawi, Nemang berate panah yang suci atau perdamaian. Wilayah Amungme disebut Amungsa.
Suku Kamaro
Salah satu suku yang berada di Papua adalah suku Kamaro. Suku ini tersebar di wilayah pesisir pantai Kabupaten Timika Agats sampai Jita. Sebagaimana suku-suku yang menetap di pesisir pantai, suku Kamoro memiliki mata pencaharian utamanya sebagai nelayan.
Suku Kamoro juga terkenal dengan suku yang pandai berburu. Selain itu, mereka juga terkenal akan ukiran, nyanyian, topeng, roh, dan tariannya. Suku Kamoro memiliki ritual membuat gendang dengan menggunakan darah sebagai hiasannya.
Suku Bauzi
Bagian utara Papua dihuni oleh suku Bauzi. Suku ini terdiri atas 1500 orang. Wilayah suku Bauzi adalah sebagian besar daerah Memberamo Hilir di Papua Utara.
Masyarakat suku Bauzi merupakan sekelompok bangsa yang menganut Animisme. Namun, saat ini 65 persen dari mereka beragama Kristen. Semua orang Bauzi berbicara menggunakan bahasa yang sama. Para ahli bahsa telah mempelajari bahsa suku Bauzi dan menerjemahkannya ke berbagai literature, termasuk Bibel ke dalam bahasa Bauzi.
Suku Maroni
Salah satu suku pedalaman yang berada di Papua adalah suku Maroni. Suku ini memiliki ragam budaya masyarakat yang dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut, yaitu Animisme.
Suku Maroni juga memiliki kepercayaan terhadap lambang-lambang (totem) tertentu. Lambang tersebut berkaitan dengan tumbuhan dan hewan. Totem harus dihormati oleh pemiliknya, bahkan marga dengan totem lain harus ikut menghormatinya. Seperti contoh, marga Gebze menganggap kelapa sebagai pohon sacral.
Mereka memperlakukan pohon kelapa dengan sangat hati-hati, seperti cara memanen, menanam, dan memeliharanya. Perlakuan buruk atas pohon tersebut akan menyebabkan kemarahan bagi pemilik totem.
(Sumber Buku: Keanekaragaman suku di Indonesia, M. Hakim H, Penerbit Tropica. Sumber Foto: http://kebudayaanindonesia.net)
|
SEJARAH BUDAYA
Follow @pengetahuan_top |
|