Pertarungan ayam atau sabung ayam tidak saja bagian dari sejarah yang ada di Indonesia, sabung ayam juga bagian sejarah yang ada di Indonesia, di daratan cina sejarah sabung ayam sudah ada dari jaman dulu. Bahkan di Bangkok ajang sabung ayam sudah menjadi komoditas ekspor ke luar negeri.
Secara spesifik terdapat perbedaan yang mencolok antara sabung ayam di Thailand dan di negeri kita Indonesia, di Thailand, ayam yang bertarung tak diperbolehkan memakai taji atau jalu dan jarang sekali ada yang bertarung tak diperbolehkan memakai taji atau jalu dan jarang sekali ada yang bertarung sampai mati. Kondisi ini berbeda dengan Indonesia, ayam aduan itu justru dibekali taji yang kadang dilengkapi dengan logam yang tajam dan taji justru menjadi senjata pembunuh lawan di arena.
Sebenarnya hobi mengadu ayam sudah lama di kenal di Indonesia, diperkirakan sejak lama dari zaman kerajaan majapahit. Bahkan dari dulu kita sering mendengar cerita-cerita yang didalamnya berisi tentang adu ayam, diantara cerita yang melegenda itu diantaranya, cerita Ciung Wanara, kamandaka dan cinderalas. Cerita rakyat itu berkaitan erat dengan kisah sejarah dan petuah yang di sampaikan secara turun-temurun.
Sabung ayam merupakan kegiatan yang tidak hanya sekadar permainan belaka di nusantara permainan sabung ayam merupakan sebuah cerita kehidupan baik social, budaya maupun politik. Permainan sabung ayam di pulau jawa berasal dari cerita rakyat, cindelaras yang memiliki ayam sakti dan di undang oleh raja jenggala, Raden putra untuk mengadu ayam.
Ayam cindelaras diadu dengan ayam Raden putra dengan satu syarat, jika ayam cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik cindelaras Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani.
Tetapi dalam waktu singkat, ayam cindelaras berhasil menaklukan ayam sang raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan cindelaras dan ayamnya. Akhirnya raja mengakui kehebatan ayam cindelaras dan mengetahui bahwa candelabras tak lain adalah putranya sendiri yang lahir dari permaisurinya yang terbuang akibat iri dengki sang selir.
Di daerah bali permainan sabung ayam dikenal dengan nama tajen yang berasal dari tabuh rah, sebuah upacara yang tujuannya mengharmoniskan hubungan manusia dengan bhuana agung. Upacara ini mempergunakan binatang kurban, seperti ayam, babi, itik, kerbau, dan berbagai jenis hewan peliharaan lain.
Upacara ini berupa persembahan dengan cara nymbleh leher kurban dipotong sebelah dimanterai. Sebelum itupun dilakukan ngider dan perang sata dengan perlengkapan kemiri, telur, dan kelapa. Perang sata adalah pertarungan ayam dalam rangkaian kurban suci yang dilaksanakan tiga partai melambangkan penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan dunia.
Selain di Bali, daerah Bugis pun terdapat budaya sabung ayam dan bahkan merupakan kebudayaan telah melekat lama. Ada istilah, manu’ (Bugis) atau janggang (makasar) yang berarti ayam, merupakan kta yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Bugis Makassar, bahkan budaya bugis kental dengan mitologi ayam. Hingga raja Gowa xv1, 1 mallombasi daeng mattawang Sultan hasanudin, digelari “haaantjes van het oosten” yang berarti “ayam jantan dari timur”.
(Sumber Buku: Sukses Budidaya & Bisnis Ayam Bangkok Aduan. Penulis: ARIS MARWANTO, Sumber Foto: www.merdeka.com)
|
SEJARAH BUDAYA
Follow @pengetahuan_top |
|